sTm 9 Djakarta

Selasa, 13 November 2012

Tablet, Komputer Personal yang Dilematis

Tablet, Komputer Personal yang Dilematis Penulis: Ahmad Saiful Muhajir - detikinet Ilustrasi (Ist.) Jakarta - Hingga detik ini, ada banyak -- atau mungkin terlalu banyak -- jenis komputer tablet yang bisa ditemui dengan mudah di pasar gadget. Ada tablet Android dengan pilihan desain, hardware, merek dan lain sebagainya. Ada pula iPad yang generasi ketiganya dikabarkan akan diumumkan 7 Maret esok. Penggemar e-book reader juga mempunyai pilihan Nook atau Kindle Fire yang memiliki kemampuan lebih dari sekadar reader. Dan tak ketinggalan, BlackBerry Playbook dari Research In Motion (RIM). Kehadiran berbagai tablet dan penjualannya yang meningkat dengan pesat membuat banyak orang mengatakan bahwa era PC akan segera berakhir. Nantinya PC akan seperti truk dimana yang memiliki hanya satu orang dari sekian ratus, begitu kata Steve Jobs. Munculnya spekulasi dan dugaan bahwa era PC akan segera berakhir bukanlah berita baru. Kenyataannya, hingga saat ini PC masih menjadi sesuatu yang penting dan dibutuhkan baik untuk kebutuhan sehari-hari maupun untuk kebutuhan kantor. Tidak diragukan bahwa Android, sistem operasi besutan Google, memiliki kualitas dan fitur yang dapat memanjakan penggunanya. Selain itu, tentu saja memuaskan dan tak lupa memberikan keamanan yang dibutuhkan terlepas dari banyaknya serangan keamanan dari luar sistem itu sendiri. Namun, hadirnya Android untuk tablet tak lebih dari sekadar memasukkan Android versi smartphone ke dalam tablet. Hal ini menjadikan tablet lebih nampak sebagai smartphone berlayar besar alih-alih komputer yang dapat dibawa ke mana saja. Hal yang sama juga dilakukan oleh Apple dengan iPad-nya. Dengan menghadirkan iPad sejak 2010, Apple telah berhasil mengubah definisi tablet -- atau lebih tepatnya membuat definisi baru. Jika paradigma sebelumnya tablet adalah komputer mini yang dapat dibawa ke mana saja, sejak saat itu tablet berubah menjadi mobile device yang dilengkapi kemampuan multitouch dan tak lupa sentralisasi 'pasar' software untuk kebutuhan tablet yang sering disebut -- meminjam istilahnya Apple -- app store. Sejak saat itu, paradigma yang ditanamkan oleh Apple menjadi paradigma umum dan diterima oleh semua orang, termasuk pengembang aplikasi. Terlepas dari paradigma yang telah memasyarakat, masalah lain dari tablet adalah dari sisi aplikasi dan desain. Aplikasi dan desain yang ada sebagian besar adalah adopsi dari smartphone. Jika ada perubahan, sesungguhnya perubahan tidaklah banyak dan berkisar pada tampilan ukuran dan/atau fitur. Menghadirkan aplikasi dari desktop ke tablet masih menjadi pekerjaan langka. Efeknya tentu saja dapat ditebak, era PC tak jua tumbang meskipun jumlah penjualan tablet dan smartphone meningkat dengan signifikan. Prediksi analis akan era PC pun masih berada di atas awan. Jika kompetitornya mengadopsi sistem operasi milik smartphone ke dalam tablet, tidak demikian dengan Microsoft. Sistem dalam tablet Microsoft bukan berbasis Windows Phone 7, melainkan dari sistem yang sebelumnya ada pada desktop, Windows 8. Ketika pada akhirnya Microsoft resmi menyebutkan nama dan memamerkan Windows 8 pada Taipei Computex 2011, tak sedikit orang yang terpesona. Microsoft Windows yang lebih dikenal sebagai sistem operasi untuk desktop dengan versi 8 hadir secara universal baik untuk tablet, laptop, maupun desktop. Dan itulah yang bisa dilihat dari Windows 8 Consumer Preview yang dapat dicoba sejak 29 Februari lalu. Tidak dipungkiri bahwa Windows 8 mengadopsi beberapa hal dari tablet yang telah didefinisikan oleh kompetitornya, terutama dari Apple. Namun, jelas bahwa dengan Windows 8, Microsoft berusaha mengembalikan definisi tablet sebagaimana definisi awal yang mereka perkenalkan pertama kali pada tahun 2000-an, sebuah komputer pribadi yang bersifat mobile alih-alih smartphone berukuran besar. Memang pada akhirnya penggunalah yang menentukan definisi tablet yang sesungguhnya. Sebuah tablet adalah device berbasis sistem dari smartphone atau sebuah device berbasis sistem dari komputer desktop. Secara pribadi, saya lebih menyukai dan menerima tablet sebagaimana definisi yang diberikan oleh Microsoft. Dalam bahasa ndeso, saya lebih menyukai laptop saya dalam bentuk layar saja alih-alih memasukkan handphone saya ke dalam monitor si laptop.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar