sTm 9 Djakarta

Selasa, 13 November 2012

Penguasa Dunia IT: Antara Engineering dan Designing

Penguasa Dunia IT: Antara Engineering dan Designing Penulis: Arli Aditya Parikesit - detikinet Ilustrasi (Ist.) Jakarta - Apple akhirnya menggunakan strategi 'blitzkrieg' untuk menggempur kompetitornya. Belum genap setahun MacOSX 10.7 Lion dirilis, mereka sudah berencana merilis MacOSX 10.8 Mountain Lion. Sebuah siklus yang sangat singkat, mengingat kompetitor mereka saja belum merilis sesuatu hal yang revolusioner dalam waktu sesingkat itu. Namun, apakah 'blitzkrieg' Apple akan menjadikan mereka penguasa dunia IT? Bagaimana tanggapan kompetitor mereka? Mari kita simak! Dialektika Apple dengan Microsoft dan Google Berbeda dengan Korporasi IT lain, Apple dijalankan dengan ideologi desainer dan seniman. Setelah Jobs meninggal, masih ada Jonathan Ive di board of directors Apple. Dia adalah salah satu desainer terbaik di Eropa. Diduga, Ive yang akan selalu mempengaruhi pimpinan, supaya Apple tidak akan pernah bergeser dari semangat 'nyeni' mereka. Hal ini sangat berbahaya bagi kompetitor Apple, sebab umumnya industri IT sama sekali tidak dibangun dengan mindset seperti itu. Ini menjadikan Apple sangat unik, sehingga inovasi dari mereka akan terasa seperti 'blitzkrieg', karena memang sulit diduga. Menurut beberapa pengamat, rencana Apple dengan sang 'singa gunung' sudah sangat jelas, yaitu mengintegrasikan seluruh hardware miliknya ke dalam satu UI yang konsisten. Disisi lain, Apple lebih optimalkan sistim cloudnya, supaya semua hardwarenya bisa berkomunikasi dengan optimal. Hal ini suatu gebrakan, karena artinya mengintegrasikan berbagai komunitas yang terpisah, ke dalam satu komando. Dalam menghadapi itu, Google dan Microsoft harus tetap setia dengan core competence mereka. Google dan Microsoft adalah korporasi para engineer, dan mereka harus tetap seperti itu. Google dan Microsoft juga sudah memiliki ekosistem yang sangat kuat. Hanya saja, para desainer Apple adalah lawan yang tak bisa diduga, karena mind set mereka berbeda dengan orang IT pada umumnya. Google dan Microsoft harus lebih optimalkan business intelligence mereka, agar langkah-langkah Apple selanjutnya dapat mereka antisipasi. Sejauh ini, market Google pada mesin pencarian (beserta produk derivatifnya) dan Microsoft pada aplikasi dan development tools masih belum tergoyahkan. Di tengah bayang-bayang sang 'singa gunung' MacOSX 10.8, Microsoft harus bisa meyakinkan market, bahwa Windows 8 adalah produk yang bagus. Pakar di berbagai majalah IT internasional banyak yang memberi review positif kepada Windos 8, dan Microsoft tetap harus 'keep their finger crossed', supaya end user berpendapat sama. Sementara itu, sebagai situs internet nomor 1 menurut Alexa rank, dominasi Google di dunia maya masih tidak tergoyahkan. Siapapun yang ingin mendapatkan profit di dunia maya, maka 'senyum' dari 'Google God' merupakan sesuatu yang esensial. Di titik ini, memang Apple masih belum dapat disetarakan dengan Google. Namun, bukan berarti Apple tidak berbuat apa-apa. Aplikasi Siri pada iPhone, merupakan upaya Apple untuk secara perlahan-lahan kurangi ketergantungan pada mesin pencarian Google. Walau pada akhirnya aplikasi mirip Siri telah dapat dijalankan di Android, namun Google tetap harus hati-hati dalam hadapi inovasi-inovasi Apple. Engineer dan Desainer di Persimpangan Jalan Satu hal yang membedakan Apple dengan vendor IT lain, mereka menjadikan Desainer sebagai panglima, dalam arti teknologi secanggih apapun, harus tunduk dengan desain produk yang sempurna. Tidak mengherankan, kalau keterbatasan space yang diberikan oleh para Desainer, justru memaksa para Engineer Apple untuk melakukan optimasi lebih baik pada teknologi mereka. Hasilnya adalah gadget-gadget seperti ipod/phone/pad, yang justru hasilkan revenue lebih banyak daripada komputer Mac itu sendiri. Hal yang pasti adalah, walaupun basis 'ideologi' mereka adalah Desainer yang 'nyeni', Apple sangat paham paradigma Engineering. Hal ini yang menyebabkan mereka bisa menggabungkan teknologi canggih dan desain paripurna. End user, yang tentu saja sangat pragmatis, tentu saja tidak peduli dengan kemasan teknologi yang 'geeky', namun lebih tertarik pada bungkus desain, seperti pada produk-produk Apple. Di sisi lain, saya berpendapat bahwa Google dan Microsoft tidak perlu bereksperimen supaya menjadi mirip Apple. Biarlah Apple jalan sendirian dengan ideologi mereka, sementara Google dan Microsoft tetap setia dengan 'Engineering sebagai panglima' saja. Dalam dunia IT, tidak selalu prinsip Desain atau 'nyeni' dapat selesaikan masalah komputasi. Sebagai contoh, bioinformatika/komputasi biologi, yang adalah bidang saya, mengharuskan kita untuk mengolah data dalam jumlah sangat besar, untuk menghasilkan informasi biologi yang berguna. Di titik ini, ideologi 'desainer' sama sekali tidak bermanfaat, namun yang bermain adalah engineering, karena kita berbicara optimasi algoritma dan software development. Sesuai dengan tradisi keilmuannya, software bioinformatika pada publikasi ilmiah umumnya adalah open source, yang tentu saja tidak sesuai dengan paradigma proprietary dari Apple. Dunia akademis (di seluruh dunia) selalu memprioritaskan ekonomisasi sumber daya komputasinya, sehingga desktop/client windows atau linux selalu menjadi pilihan utama dibandingkan Mac. Tidak selalu juga, bahwa prinsip desain itu adalah ekonomis dan high performance. Menurut data, dari 500 superkomputer paling top di dunia, mayoritas dirun pada sistem operasi linux. Apple sudah meninggalkan bisnis high end server mereka, dengan menutup lini xserve. Sehingga, pasar yang ditinggalkan Apple sudah pasti akan dimasuki oleh server-server Linux. Walaupun Apple memiliki iWorks, dimana aplikasi presentasi mereka, yaitu Keynote, banjir pujian, dominasi Microsoft pada aplikasi office tetap tidak tergoyahkan. Microsoft Office tetaplah merupakan aplikasi Office paling efisien, tepat guna, dan paling populer. Di platform Mac sendiri, Microsoft (Mac) Office masih tetap lebih populer daripada iWorks. Development Tools Microsoft sendiri masih tetap paling disukai oleh korporasi. Walaupun Apple berusaha mengubah situasi ini, dengan integrasikan Iworks ke iCloud mereka, namun hal ini masih harus dilihat efektifitasnya, karena Microsoft juga integrasikan Office mereka ke sistem cloud. Melihat situasi seperti itu, kita sebagai end user haruslah cerdas. Paradigma engineering dan desainer dapat kita nikmati dan gunakan secara bersamaan. Bukankah itu yang selalu kita lakukan setiap hari? Misalnya dengan menggunakan Mac, sambil jalankan Mac Office, dan sambil Googling di saat yang bersamaan? Atau juga dengan menjalankan laptop Windows kita, sambil merecharge iPhone, dan juga sambil buka Google docs? Di zaman sekarang, terutama bagi user, mana batas engineer dan desain sudah menjadi abu-abu. Yang terpenting bagi kita para user adalah menjadi pragmatis. Dalam arti, tidak perlu memikirkan paradigma engineer atau desainer yang lebih unggul, yang penting tools-tools mereka kita manfaatkan untuk selesaikan pekerjaan kita masing-masing. Dengan demikian, dalam kompetisi kedua paradigma ini, end user selalu menjadi pemenangnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar